Breaking

Sunday, June 3, 2018

Sedang Tangani Pasien Luka di Jalur Gaza, Perawat Palestina Meninggal Dunia Ditembak Tentara Israel

Gambar terkait

Paramedis relawan Palestina Razan Najjar (21) meninggal dunia saat sedang memberikan pertolongan kepada demonstran yang terluka di perbatasan Gaza, Palestina, Jumat (1/5/2018).
Najjar menghembuskan napas terakhir tidak lama setelah peluru dari tentara Israel bersarang di dadanya.
Menurut Juru Bicara Kementerian Ashraf Al-Qudra, Najjar mengenakan jas putih ala petugas medis ketika ia ditembak.
Berdasarkan laporan New York Times, saat itu tentara Israel menembakkan dua atau tiga peluru dari sebrang pagar dan mengenai bagian tubuh Najjar.
Pejabat kesehatan Gaza menyebut, Razan Najjar adalah orang Palestina ke-119 yang tewas sejak dimulainya aksi protes pada Maret Lalu.

Hasil gambar untuk perawat palestina

Di Lansir dari The Guardian Juru bicara militer Israel mengatakan, pihaknya sudah mengetahui terkait insiden yang menimpa Najjar.
  

Baca Juga : Perdana Di Dunia, Honda Kenalkan Mobil Listrik Everus (HR-V)

Namun, ia berdalih dalam sebuah pernyataan yang menyebutkan bahwa ribuan demonstran berkumpul di lima lokasi perbatasan dan membakar ban. Lokasi tersebut berdekatan dengan pagar keamananan.
Disebutkan bahwa para demonstran berusaha merusak infrastruktur keamanan.
Tembakkan ditujukan ke kendaraan militer dan seorang Palestina menyebrang ke Israel. Ia meletakan granat lalu kembali ke Gaza.
Hal itulah yang kemudian membuat tentara Iserael bertindak 'sesuai dengan aturan yang ada', kata juru bicara.


Najjar merupakan penduduk Khuzza, sebuah desa pertanian yang terletak di dekat perbatasan dengan Israel.
Hingga akhir hidupnya, Razan Najjar ingin membuktikan bahwa wanita bisa mempunyai andil dalam masyarakat Palestina di Gaza.
"Menjadi tenaga medis bukan hanya pekerjaan untuk seorang pria, tapi untuk wanita juga," kata Razan al-Najjar dalam sebuah wawancara di kamp protes Gaza bulan lalu.




Razan Najjar juga pernah berkata kepada ayahnya sebelum dia meninggal dunia.
Ia mempunyai tekad untuk menyelamatkan nyawa dan memberi pesan damai kepada dunia.
"Kami memiliki satu tujuan, untuk menyelamatkan nyawa dan mengevakuasi orang. Dan mengirim pesan ke dunia: Tanpa senjata, kita bisa melakukan apa saja," ujar ayah Najjar.
Saat peristiwa penembakan itu terjadi, Razan Najjar berada 100 meter dari pagar dan sedang membalut pria yang terkena tabung gas air mata.

Konflik Palestina tak kunjung usai
Setidaknya 120 orang Palestina telah dibunuh oleh pasukan Israel sejak "Great March of Return" dimulai di Jalur Gaza pada 30 Maret. Empat belas anak-anak termasuk di antara orang-orang Palestina yang jatuh jadi korban, Presstv melaporkan.
Sekitar 13.300 warga Palestina juga menderita luka-luka, 300 di antaranya berada dalam kondisi kritis.
Gambar terkait

Wilayah-wilayah pendudukan telah menyaksikan ketegangan baru sejak Presiden AS Donald Trump pada 6 Desember 2017 mengumumkan pengakuan Washington atas Yerusalem al-Quds sebagai "ibu kota" Israel dan mengatakan AS akan memindahkan kedutaannya ke kota.
Keputusan dramatis itu memicu demonstrasi di wilayah Palestina yang diduduki dan di tempat lain di dunia.
Status Yerusalem al-Quds adalah masalah paling rumit dalam konflik Israel-Palestina selama beberapa dekade.
Orang-orang Palestina melihat Jerusalem Timur sebagai ibu kota negara masa depan mereka.

Pada tanggal 17 Mei, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan rezim Israel harus dibawa ke hadapan Pengadilan Pidana Internasional untuk pembantaian Gaza baru-baru ini.
 
“Israel harus dibawa ke Pengadilan Kriminal Internasional [atas pembunuhan orang-orang Palestina]. Karena pihak ketiga tidak dapat melakukannya, Palestina perlu memulai ini, ”kata Cavusoglu dalam wawancara dengan penyiar negara bagian TRT.
Dalam komunike terakhir yang dikeluarkan setelah pertemuan darurat di Istanbul pada 18 Mei, Organisasi Kerjasama Islam (OKI) mengutuk pembantaian 14 Mei puluhan warga Gaza sebagai "kejahatan buas yang dilakukan oleh pasukan Israel dengan dukungan pemerintah AS."
Ini juga mendesak PBB untuk "membentuk komite penyelidikan internasional ke dalam kekejaman baru-baru ini di Jalur Gaza, dan memungkinkan komite untuk memulai penyelidikan lapangan."
 
OKI lebih lanjut menuntut "perlindungan internasional terhadap penduduk Palestina termasuk melalui pengiriman kekuatan perlindungan internasional" dalam menghadapi "kejahatan yang tidak diperiksa" yang dilakukan oleh rezim Tel Aviv.

No comments:

Post a Comment